Download Norton Ghost Terbaru

Download From soft82.com

About Me

CARA MEMBUAT MENU HORIZONTAL

Cara Membuat Menu Horizontal Blogger atau Blogspot


Ada beberapa Cara Membuat Menu Horizontal Blogger atau blogspot, saya akan berikan 2 cara saja. Menu horizontal bisa dibuat dengan menggunakan widget khusus blogger yaitu dengan menggunakan html widget seperti menambah link scroll atau bisa juga menambahkan lewat templatenya menggunakan kode html dan css.

Untuk cara membuat menu horizontal pada blogger atau blogspot dengan menggunakan widget yaitu dengan menambahkan widget setelah header. Kode ini yang akan menjadi menu horizontal dan menu ini dapat diubah2 sesuai keinginan tanpa harus mengganti kode html pada template. Namun hal ini memiliki kekurangan yaitu jika kita menggunakan widget maka akan membuat loading time menjadi lebih lama karena seperti yang telah saya utarakan sebelumnya mengenai cara terbaik untuk mempercepat loading time blogger yaitu dengan mengurangi jumlah widget blogger.

Untuk membuat menu horizontal pada blogger menggunakan widget:

  • pertama2 sign in seperti biasa
  • klik tata letak untuk bahasa indonesia atau layout untuk bahasa inggris
  • klik edit html
  • trus klik expand widget template
Sebelum membuat
menu horizontal jangan lupa download template agar misal ada kesalahan bisa menggunakan template sebelumnya

kalau sudah cari kode berikut
b:section class='header' id='header' maxwidgets='1' showaddelement='no'
kemudian ganti angka 1 dengan 2 dan no dengan yes
terus dibawahnya ada kode
b:widget id='Header1' locked='true'
Ganti true dengan false Terus save template

Setelah itu untuk menambah
menu horizontal tinggal kopi kode berikut
<div id="nav">
<ul>
<li><a href="#">Home</a></li>
<li><a href="#">About</a></li>
<li><a href="#">Contact</a></li>
<li><a href="#">FAQ</a></li>
<li><a href="#">Product</a></li>
</ul>
</div>
Jangan lupa mengganti kode # dan nama yang berwarna merah.
Terus buka elemen halaman atau page elemen pada header klik add page elemen html terus paste kode itu terus save.

Untuk
menu horizontal dalam template atau menggunakan html dan css
langsung saja kopi kode diatas kemudian paste di bawah <body>

Kemudian kopi kode dibawah ini:
#nav ul{
display:block;
margin: 0px;
padding: 0px;
}
#nav li{
float:left;
list-style-type:none;
padding:3px 5px 3px 5px;
margin:1px;
border:#CCCCCC 1px solid;
}
#nav li a{
text-decoration:none;
}
#nav li:hover{
background:#00FFFF;
}
Untuk warna
menu horizontal ini bisa diganti sendiri jika ingin menggunakan warna yang lain.

Setelah itu paste diatas ]]></b:skin> lalu save template.

Lihat hasilnya.

MENU HORIZONTAL PADA BLOG

Cara Membuat Menu Horizontal Pada Blogspot

This item was filled under , ,
Menu yang terdapat pada sebuah web selain berguna untuk memudahkan pengunjung membuka halaman-halaman tertentu, juga bisa menambah estetika. Begitu pula dengan menu horizontal yang bisa membuat web kita menjadi lebih ergonimis dan keren. Nah, bagaimana dengan blogspot? Harus diakui bahwa pada template blogspot standart, fasilitas menu horizontal tidak ada didalamnya. Namun, kita tidak perlu berkecil hati sebab seperti yang telah saya katakan pada postingan sebelumnya bahwa kita bisa membuat menu termasuk menu horizontal pada blogspot. Berikut saya ulas langkah-langkah membuat menu horizontal pada Blogspot. Sebagai contoh kita akan membuat menu horizontal dibawah header
  1. Login ke akun Blogspot pembaca
  2. Klik link menu Tata Letak, kemudian pilih Edit HTML.
  3. Back up terlebih dahulu template pembaca dengan mengklik link Download Template Lengkap agar jika terjadi kesalahan saat mengedit, pembaca bisa mengembalikannya dengan menguploadnya kembali.
  4. Silahkan beri tanda centang pada kotak kecil disamping tulisan Expand Template Widget
  5. Cari kode seperti dibawah ini pada template pembaca:
    <b:includable id='description'>
    <div class='descriptionwrapper'>
    <p class='description'><span><data:description/></span></p>
    </div>
    </b:includable>
    </b:widget>
    </b:section>
    </div>
  6. Jika sudah ketemu, silahkan copy struktur berikut tepat dibawah kode-kode pada langkah 5
    <ul>
    <li><a href='URL 1'>Home</a></li>
    <li><a href='URL 1'>About Me</a></li>
    <li><a href='URL 3'>Tutorial Website</a></li>
    </ul>
  7. Setelah itu klik tombol SIMPAN TEMPLATE, lalu lihat hasilnya
  8. Pembaca akan melihat bahwa menu-menu tersebut muncul sebagai list vertikal, bukan horizontal. Oleh karena itu, kita perlu mengatur tampilannya agar muncul berjejer secara horizontal dengan menggunakan CSS. Selain itu, kita juga bisa mengatur tampilan dari menu tersebut agar terlihat lebih menarik dengan CSS.
  9. Buka kembali bagian Edit HTML pada blogspot pembaca, kemudian cari kode ]]></b:skin>.
  10. Silahkan copy struktur berikut diatas kode ]]></b:skin>
    /*CSS untuk menu horizontal*/

    .menuhor ul{
    font: bold 13px arial;
    padding-left: 0;
    margin-left: 0;
    height: 20px;
    }

    .menuhor ul li{
    list-style: none;
    display: inline;
    }

    .menuhor ul li a{
    padding: 2px 0.5em;
    text-decoration: none;
    float: left;
    color: black;
    background-color: #33FFCC;
    border: 2px solid #33FFCC;
    }

    .menuhor ul li a:hover{
    background-color: #33CCFF;
    border-style: outset;
    }

    .menuhor ul merupakan atribut class yang berfungsi untuk mengatur tampilan parent dari list menu horizontal tersebut.
    .menuhor ul li berfungsi untuk mengatur tampilan anak menu horizontal yang kita buat.
    .menuhor ul li a berfungsi untuk mengatur tampilan link dari anak menu tersebut.
    .menuhor ul li a:hover berfungsi untuk mengatur tampilan link anak menu ketika pointer digerakkan diatasnya.
  11. Kemudian ubah struktur yang Anda copy pada langkah 6 diatas sehingga menjadi seperti berikut:
    <div class="menuhor">
    <ul>
    <li><a href='URL 1'>Home</a></li>
    <li><a href='URL 2'>Tutorial Website</a></li>
    <li><a href='URL 3'>About Me</a></li>
    </ul>
    </div>
  12. Silahkan ganti URL 1 dengan URL halaman yang akan dituju jika menu "Home" diklik. URL 2 diganti dengan URL halaman yang akan dituju jika menu "Tutorial Website" diklik, dan seterusnya.
  13. Klik tombol SIMPAN TEMPLATE.
Untuk melihat hasilnya silahkan buka disini. Seperti yang telah saya katakan, bahwa CSS tersebut berfungsi untuk mengatur tampilan menu yang kita buat tadi. Silahkan pembaca menambah atau merubah atribut CSS tersebut untuk memodifikasi tampilannya, misalnya warna tulisan, background, lebar menu, dan lain-lain. Jika pembaca ingin mengerti cara memodifikasi atau membuat CSS tersebut, silahkan klik disini. Saya yakin pembaca akan lebih mengerti bagaimana CSS tersebut bekerja. Dengan adanya menu horizontal tersebut blog pembaca pasti menjadi lebih keren dan ergonomis.
Selamat mencoba dan jangan lupa meninggalkan komentar ya

MEMBUAT MENU DROPDOWN DI BLOG

Cara Membuat Menu Dropdown Pada Blogger

Posted by Herman on Monday, March 09, 2009 29 comments

Dropdown menu adalah menu yang berisi sekumpulan teks atau link yang disingkat menjadi sebuah menu tunggal.

Contoh tampilannya seperti ini:



Isinya hanya akan tampil jika anda mengklik pada menu tersebut sehingga bisa hemat ruangan blog. Cara ini bisa dijadikan sebagai alternatif blogroll atau kebutuhan lainnya.

Nah untuk membuatnya, caranya sangat mudah:

1. Login ke Blogger. Klik menu Design-> Page Elements
2. Klik Add a Gadget -> HTML/ Javascript
3. Masukkan kode dibawah ini kedalam kotak

<select onChange="document.location.href=this.options[this.selectedIndex].
value;">
<option value="http://alamatblog.com/#" selected>Blogroll</option>
<option value="http://alamatLink.com/">Nama Link</option>

<option value="http://alamatLink.com/">Nama Link</option>

<option value="http://alamatLink.com/">Nama Link</option>

</select>

Jika anda ingin menambah link baru lagi tambahkan kode

<option value="http://alamatLink.com/">Nama Link</option> diatas
</select>

Ganti alamatblog dengan dengan alamat blog anda.
Ganti teks berwarna merah dengan alamat link yang ingin dipasang.
Ganti teks berwarna biru dengan nama link yang ingin ditampilkan.


4. Jika sudah klik Save. Selesai


Catatan:

kode diatas untuk membuka link dalam halaman yang sama. Jika anda ingin membuka link pada halaman baru. Ganti kode

<select onChange="document.location.href=this.options[this.selectedIndex].
value;">
Menjadi

<select onchange="javascript:window.open(this.options[this.selectedIndex].
value);">

SHALAT MALAM DAN WITIR ROSULULLAH SAW

Tata Cara Shalat Malam dan Witir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam



Tarawih merupakan bentuk jamak dari kata tarwihah. Secara bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian perbuatan duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai shalat malam 4 rakaat disebut tarwihah; karena dengan duduk itu orang-orang bisa beristirahat setelah lama melaksanakan qiyam Ramadhan.
Menegakkan Shalat malam atau tahajud atau tarawih dan shalat witir di bulan Ramadhan merupakan amalan yang sunnah. Bahkan orang yang menegakkan malam Ramadhan dilandasi dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.
Sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ قاَمَ رَمَضَانَ إِيـْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »
“Siapapun yang menegakkan bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Muslim 1266)
Pada asalnya shalat sunnah malam hari dan siang hari adalah satu kali salam setiap dua rakaat. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah shalat malam itu?” Beliau menjawab:
« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »
“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang lain dikatakan:
« صَلاَةُ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ »
“Shalat malam hari dan siang hari itu dua rakaat – dua rakaat.” (HR Ibn Abi Syaibah) (At-Tamhiid, 5/251; Al-Hawadits, 140-143; Fathul Bari’ 4/250; Al-Muntaqo 4/49-51)
Maka jika ada dalil lain yang shahih yang menerangkan berbeda dengan tata cara yang asal (dasar) tersebut, maka kita mengikuti dalil yang shahih tersebut. Adapun jumlah rakaat shalat malam atau shalat tahajud atau shalat tarawih dan witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah lebih dari 11 atau 13 rakaat.
Shalat tarawih dianjurkan untuk dilakukan berjamaah di masjid karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan hal yang sama walaupun hanya beberapa hari saja. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir rahimahullah, ia berkata:
“Kami melaksanakan qiyamul lail bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam 23 Ramadhan sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan sampai separuh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” (HR. Nasa’i, Ahmad, Al-Hakim, Shahih)
Beserta sebuah Hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
Kami puasa tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memimpin kami untuk melakukan shalat (tarawih) hingga Ramadhan tinggal tujuh hari lagi, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau tidak keluar lagi pada malam ke enam (tinggal 6 hari lagi – pent). Dan pada malam ke lima (tinggal 5 hari – pent) beliau memimpin shalat lagi sampai lewat separuh malam. Lalu kami berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?’, maka beliau bersabda:
« مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتىَّ يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ »
“Barang siapa shalat tarawih bersama imam sampai selesai maka ditulis baginya shalat malam semalam suntuk.”
Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapatkan falah. Saya (perowi) bertanya ‘apa itu falah?’ Dia (Abu Dzar) berkata ’sahur’. (HR. Nasa’i, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud, Ahmad, Shahih)
Hadits itu secara gamblang dan tegas menjelaskan bahwa shalat berjamaah bersama imam dari awal sampai selesai itu sama dengan shalat sendirian semalam suntuk. Hadits tersebut juga sebagai dalil dianjurkannya shalat malam dengan berjamaah.
Bahkan diajurkan pula terhadap kaum perempuan untuk shalat tarawih secara berjamaah, hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu yaitu beliau memilih Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam untuk kaum lelaki dan memilih Sulaiman bin Abu Hatsmah radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam bagi kaum wanita.
Tata Cara Shalat Malam
Perlu kita ketahui bahwa tata cara shalat malam atau tarawih dan shalat witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu ada beberapa macam. Dan tata cara tersebut sudah tercatat dalam buku-buku fikih dan hadits. Tata cara yang beragam tersebut semuanya pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Semua tata cara tersebut adalah hukumnya sunnah.
Maka sebagai perwujudan mencontoh dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hendaklah kita terkadang melakukan cara ini dan terkadang melakukan cara itu, sehingga semua sunnah akan dihidupkan. Kalau kita hanya memilih salah satu saja berarti kita mengamalkan satu sunnah dan mematikan sunnah yang lainnya. Kita juga tidak perlu membuat-buat tata cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengikuti tata cara yang tidak ada dalilnya.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Beliau membuka shalatnya dengan shalat 2 rakaat yang ringan.
  2. Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang.
  3. Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan tiap rakaat yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya hingga rakaat ke-12.
  4. Kemudian shalat witir 1 rakaat.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani, beliau berkata: “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam, maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan, Kemudian beliau shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini menjadi dalil bolehnya shalat iftitah 2 rakaat sebelum shalat tarawih.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
  2. Kemudian melakukan shalat witir langsung 5 rakaat sekali salam.
Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan tidur malam, maka apabila beliau bangun dari tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Setelah itu beliau shalat delapan rakaat dengan bersalam setiap 2 rakaat kemudian beliau melakukan shalat witir lima rakaat yang tidak melakukan salam kecuali pada rakaat yang kelima.”
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat 10 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
  2. Kemudian melakukan shalat witir 1 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يُصَلىِّ فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَ هِيَ الَّتِي يَدْعُوْ النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلىَ الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلَّمُ بَيْنَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam atau tarawih setelah shalat Isya’ – Manusia menyebutnya shalat Atamah – hingga fajar sebanyak 11 rakaat. Beliau melakukan salam setiap dua rakaat dan beliau berwitir satu rakaat.” (HR. Muslim)
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 4 rakaat.
  2. Kemudian shalat witir langsung 3 rakaat dengan sekali salam.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata:
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَ لاَ فِي غَيْرِهِ إِحْدَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثاً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam maka jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi sekali salam maka jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat.” (HR Muslim)
Tambahan: Tidak ada duduk tahiyat awal pada shalat tarawih maupun shalat witir pada tata cara poin ini, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan ada larangan menyerupai shalat maghrib.
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat langsung sembilan rakaat yaitu shalat langsung 8 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam.
  2. Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كُناَّ نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ طَهُوْرَهُ، فَيَـبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَـبْعَثَهُ مِنَ الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يُصَلِى تِسْعَ رَكْعَةٍ لاَ يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَ لاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ (رواه مسلم)
“Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau selalu bangun malam hari, lantas tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat malam atau tarawih 9 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas membaca pujian kepada Allah dan shalawat dan berdoa dan tidak salam, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan berdoa terus salam dengan suara yang didengar oleh kami. Kemudian beliau melakukan shalat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim 1233 marfu’, mutawatir)
Faedah, Hadits ini merupakan dalil atas:
  1. Bolehnya shalat lagi setelah shalat witir.
  2. Terkadang Nabi shalat witir terlebih dahulu baru melaksanakan shalat genap.
  3. Bolehnya berdoa ketika duduk tasyahud awal.
  4. Bolehnya shalat malam dengan duduk meski tanpa uzur.
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
  2. Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
  3. Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
  4. Setelah bangun shalat witir 3 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
…ثُمَّ قَامَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَأَطَالَ فِيْهْمَا الْقِيَامَ وَ الرُّكُوْعَ وَ السُّجُوْدَ ثُمَّ انْصَرَفَ فَنَامَ حَتَّى نَفَغَ ثُمَّ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ سِتُّ رَكَعَاتٍ كُلُّ ذَلِكَ يَشْتاَكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يَقْرَأُ هَؤُلاَءِ الآيَاتِ ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلاَثٍ
“…Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka beliau memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya dalam 2 rakaat tersebut, kemudian setelah selesai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring sampai mendengkur. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi hal tersebut sampai 3 kali sehingga semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap kali hendak melakukan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak kemudian berwudhu terus membaca ayat (Inna fii kholqis samawati wal ardhi wakhtilafil laili… sampai akhir surat) kemudian berwitir 3 rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini juga menjadi dalil kalau tidur membatalkan wudhu
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat langsung 7 rakaat yaitu shalat langsung 6 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang ke-6 tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam. Maka sudah shalat 7 rakaat.
  2. Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah yang merupakan kelanjutan hadits no.5 beliau berkata: “Maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tua dan mulai kurus maka beliau melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat. Dan beliau melakukan shalat 2 rakaat yang terakhir sebagaimana yang beliau melakukannya pada tata cara yang pertama (dengan duduk). Sehingga jumlah seluruhnya 9 rakaat.” (HR. Muslim 1233)
Disunnahkan pada shalat witir membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Ikhlas pada rakaat yang kedua dan membaca surat al-Falaq atau an-Naas pada rakaat yang ketiga. Atau membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Kafirun pada rakaat yang kedua dan membaca al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga.
Tata cara tersebut di atas semua benar. Boleh melakukan shalat malam atau tahajud atau tarawih dan witir dengan cara yang dia sukai, tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti. Karena bila hanya memilih satu cara berarti menghidupkan satu sunnah tetapi mematikan sunnah yang lainnya. Bila melakukan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti berarti telah menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin.
Adapun pada zaman Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu Kaum muslimin melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 13 rakaat, 21 rakaat dan 23 rakaat. Kemudian 39 rakaat pada zaman khulafaur rosyidin setelah Umar radhiyallahu ‘anhu tetapi hal ini khusus di Madinah. Hal ini bukanlah bid’ah (sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk adanya bid’ah hasanah) karena para sahabat memiliki dalil untuk melakukan hal ini (shalat tarawih lebih dari 13 rakaat). Dalil tersebut telah disebutkan di atas ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat malam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »
“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)
Pada hadits tersebut jelas tidak disebutkan adanya batasan rakaat pada shalat malam baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Batasannya adalah datangnya waktu subuh maka diperintahkan untuk menutup shalat malam dengan witir.
Para ulama berbeda sikap dalam menanggapi perbedaan jumlah rakaat tersebut. Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat tersebut dengan metode al-Jam’u bukan metode at-Tarjih (Metode tarjih adalah memilih dan memakai riwayat yang shahih serta meninggalkan riwayat yang lain atau dengan kata lain memilih satu pendapat dan meninggalkan pendapat yang lain. Hal ini dipakai oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam menyikapi perbedaan jumlah rakaat ini. Metode al-Jam’u adalah menggabungkan yaitu memakai semua riwayat tanpa meninggalkan dan memilih satu riwayat tertentu. Metode ini dipilih oleh jumhur ulama dalam permasalahan ini). Berikut ini beberapa komentar ulama yang menggunakan metode penggabungan (al-Jam’u) tentang perbedaan jumlah rakaat tersebut:
  • Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam mazhab Malik. Boleh shalat 11 dan 13 rakaat. Semuanya baik, jadi banyak atau sedikitnya rakaat tergantung lamanya bacaan atau pendeknya.” (Majmu’ al-Fatawa 23/113)
  • Ath-Thartusi berkata: “Para sahabat kami (malikiyyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 rakaat dengan bacaan yang amat panjang. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan rakaat. Maka mereka membaca surat Al-Baqarah dalam 8 rakaat atau 12 rakaat.”
  • Imam Malik rahimahullah berkata: “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun 11 dekat dengan 13.
  • Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz berkata: “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, BAHKAN SALAH. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku yang tidak boleh dilanggar.”
Adapun kaum muslimin akhir jaman di saat ini khususnya di Indonesia adalah umat yang paling lemah. Kita shalat 11 rakaat (Paling sedikit) dengan bacaan yang pendek dan ada yang shalat 23 rakaat dengan bacaan pendek bahkan tanpa tu’maninah sama sekali!!!
Doa Qunut dalam Shalat Witir
Doa qunut nafilah yakni doa qunut dalam shalat witir termasuk amalan sunnah yang banyak kaum muslimin tidak mengetahuinya. Karena tidak mengetahuinya banyak kaum muslimin yang membid’ahkan imam yang membaca doa qunut witir. Kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai qunut dalam shalat witir dan terkadang tidak. Hal ini berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْنُتُ فِي رَكْعَةِ الْوِتْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang membaca qunut dalam shalat witir.” (HR. Ibnu Nashr dan Daraquthni dengan sanad shahih)
يَجْعَلُهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ
“Beliau membaca qunut itu sebelum ruku.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud dan An-Nasa’i dalam kitab Sunanul Qubro, Ahmad, Thobroni, Baihaqi dan Ibnu ‘Asakir dengan sanad shahih)
Adapun doa qunut tersebut dilakukan setelah ruku’ atau boleh juga sebelum ruku’. Doa tersebut dibaca keras oleh imam dan diaminkan oleh para makmumnya. Dan boleh mengangkat tangan ketika membaca doa qunut tersebut.
Di antara doa qunut witir yang disyariatkan adalah:
« الَلَّهُمَّ اهْدِناَ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِناَ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّناَ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَباَرِكْ لَناَ فِيْماَ أَعْطَيْتَ، وَقِناَ شَرَّ ماَ قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّناَ وَتَعَالَيْتَ، لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ »
Maraji’:
  1. Shohih Muslim
  2. Qiyaamur Ramadhan li Syaikh Al-Albanyrahimahullah
  3. Sifat Tarawih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
  4. Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
  5. Majalah As-Sunnah Edisi 07/1424H/2003M
  6. Tata Cara Shalat Malam Nabi oleh Ustadz Arif Syarifuddin, Lc.
Timika, 3 Ramadhan 1428 H
***
Penulis: R. Handanawirya (Alumni Ma’had Ilmi)
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar

TATA CARA SOLAT ROSULULLAH

Cara Sujud Rasulullah (1)

http://www.penerbitakbar.com/sinopsis/tuntunanshalat.htm

Rasulullah saat hendak melakukan sujud, meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu sebelum kedua tangannya. Setelah meletakkan kedua lutut, beliau kemudian meletakkan kedua tangan, lalu kening, lalu hidung.

Itulah tuntunan sujud yang benar, yang diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh Syarik, dari Ashim bin Kulaib, dari ayahnya, dari Wa`il bin Hajar. Wa`il mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah ketika hendak sujud, maka beliau meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya. Dan ketika beliau bangkit, maka beliau mengangkat kedua tangan sebelum mengangkat kedua lututnya. Dalam soal sujud ini, tak ada yang meriwayatkan hadits yang bertentangan dengan keterangan tersebut.

Adapun hadits dari Abu Hurairah yang berbunyi,

إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ, فَلاَ يَبْرُكُ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيْرُ, وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ

قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ

"Apabila salah seorang di antara kalian melakukan sujud, maka janganlah ia mendekam sebagaimana mendekamnya seekor unta (maksudnya melakukan gerakan seperti gerakan mendekamnya unta) dan hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum meletakkan kedua lututnya.”
Hadits ini –wallahu a’lam- terdapat wahm (kesalahan) dari beberapa perawinya. Bagian awal redaksi hadits tersebut bertolak belakang dengan bagian akhirnya. Karena jika seseorang meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu sebelum meletakkan kedua lututnya, berarti dia telah mendekam seperti mendekamnya onta. Dalam kenyataannya, unta ketika mendekam kedua tangannya (kaki depannya –ed.) terlebih dahulu, baru kedua lututnya (kaki belakangnya –ed.).

Setelah mendapat penjelasan tentang kenyataan gerak mendekamnya unta itu, orang-orang yang berpegang kukuh pada kebenaran redaksi hadits di atas lantas membuat alasan bahwa yang dimaksud kedua lutut unta itu sebenarnya adalah kedua kaki depannya bukan kaki belakangnya. Unta ketika sedang mendekam, maka ia pertama kali meletakkan kedua lututnya (kaki depannya –ed.) terlebih dahulu. Dan inilah yang dilarang dalam sujud.


Pendapat tersebut juga salah karena beberapa hal:

1. Ketika unta mendekam, ia meletakkan kedua tangannya (kaki depan –ed.) terlebih dahulu. Sedangkan kedua kakinya (kaki belakang -ed.) masih berdiri tegak. Ketika unta hendak bangkit, maka ia akan bangkit dengan kedua kakinya terlebih dahulu, sedang kedua tangannya masih berada di tanah. Inilah sebenarnya yang dilarang oleh Rasulullah dalam melakukan sujud.

Intinya, ketika hendak sujud maka harus menjatuhkan anggota badan yang paling dekat dengan tanah, kemudian anggota badan yang lebih dekat dengan anggota badan yang pertama. Ketika hendak bangkit, maka yang pertama kali diangkat adalah anggota badan yang paling atas.

Rasulullah ketika hendak sujud, pertama beliau meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu, kemudian kedua tangannya, setelah itu keningnya. Saat bangkit dari sujud, beliau mengangkat kepala lebih dulu, lalu kedua tangannya, dan setelah itu baru kedua lututnya.

Gerakan seperti ini berbeda dengan gerak mendekam yang dilakukan unta. Rasulullah amat melarang umatnya melakukan gerakan shalat yang menyerupai gerakan suatu jenis binatang. Misalnya, beliau melarang untuk mendekam sebagaimana mendekamnya unta, melarang berpindah-pindah sebagaimana berpindahnya serigala, melarang duduk dengan membentangkan kaki sebagaimana yang dilakukan binatang buas, melarang berjongkok sebagaimana berjongkoknya seekor anjing, melarang menekuk jari yang sampai berbunyi sebagaimana yang dilakukan gagak, dan melarang mengangkat tangan ketika salam sebagaimana gerakan ekor kuda terhadap matahari. Yang jelas, tuntunan gerakan shalat itu sangat berbeda dengan gerakan aneka jenis binatang.

2. Pendapat yang menyatakan bahwa kedua lutut unta itu terletak pada kedua tangannya (kaki depannya –ed.) adalah pendapat yang tidak masuk akal dan tidak dikenal oleh para ahli bahasa, karena lutut unta itu terletak di kedua kaki belakangnya.

3. Andaikata penjelasan hadits yang mereka utarakan itu benar, maka mestinya redaksi haditsnya berbunyi, “Maka hendaklah orang yang shalat mendekam sebagaimana mendekamnya unta.” Yang pertama kali menyentuh tanah adalah kedua tangan (kaki depan –ed.) unta. Di sinilah inti masalah ini. Yaitu bahwa bagi siapa saja yang mau memikirkan tentang mendekamnya unta, dan ia mengerti bahwa Rasulullah melarang untuk mendekam sebagaimana mendekamnya unta, maka orang tersebut akan yakin bahwa hadits Wa`il bin Hajar adalah yang benar. Wallahu A’lam.

Menurut saya, dalam hadits Abu Hurairah di atas telah terjadi pembalikan (kesalahan) redaksi haditsnya oleh sebagian perawi hadits. Barangkali saja redaksi hadits yang benar adalah, “Dan hendaklah meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya.”


***

Dikutip dari buku: "TUNTUNAN SHALAT RASULULLAH"

Oleh: Ibnu Qoyyim al-Jauziyah


http://www.penerbitakbar.com/sinopsis/tuntunanshalat.htm


Diterbitkan oleh: Penerbit AKBAR (Cet. 1, Oktober 2006)


Isi: 448 halaman

Harga: Rp 55.000,- (Hard cover)

CARA SOLAT ROSULULLAH

Selamat datang Para Pecinta Rasulullah Saw

Cintailah ahlul baitku karena kecintaan kalian padaku...semoga kita semua dikumpulkan bersama Rasulullah SAW dan ahlul baitnya kelak di surga Allah SWT, amin


Cara Sholat Rasul

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ...

Yth. Habib Munzir yang kami muliakan

Ada pertanyaan bib yang sampe sekarang masih saya pikirkan, untuk itu mohon penjelasannya beserta dalilnya bib ...

Bib, Saya pernah membaca buku tentang "Sifat Sholat Nabi Muhaammad SAW" karya MUHAMMAD NASHIRUDIN AL-BANI. dan buku ini sudah beberapa kali mengalami revisi. Inti dalam buku itu menjelaskan bahwa Rasulullah sholat tidak pernah diawali dengan niat bacaan USHOLLI tetapi langsung mengucapkan takbir .. dan bacaaan Tahiyat tidak memakai SAYIDINA (baik itu para sahabat maupun tabiin) ...

Pertannyaannya begini bib :
1. Apakah sifat sholat Nabi dalam buku tersebut benar ?
2. Lalu bagaimana bagi orang yang sholatnya pakai usholli dan tahiyat memakai sayidina, apakah itu sesuai tuntunan Rasulullah ?
3. Bagaimana tata cara sholat yang dipraktekan para habaib yang notabene cucu/cicit turunan Rasulullah ?
4. Jikalau buku diatas kurang valid, adakah tuntunan sifat sholat nabi yang dibukukan. Kalaupun ada, apa judulnya

Mohon maaf bib, jika ada kalimat saya yang kurang berkenan, itu semua karena kebodohan saya bib ... terima kasih atas perhatiannya bib

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakahtu ..

Medan, 12 Pebruari
Aqbal Qosim

Jawaban

Alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Saudaraku yang kumuliakan, dibawah ini tata cara Shalat yang diajarkan Rasul saw, sudah pernah dibahas sebelumnya di forum, semoga dapat menjawab dari semua pertanyaan anda :

Hadits 1
Sebagaimana yang diambil dari hadits Rasul saw yang diriwayatkan oleh Aby Hurairoh ra sengguhnya Rasullulah saw berkata : “ Apabila engkau berdiri untuk melakukan shalat maka berwudhulah dengan sempurna, kemudian menghadap kiblat, kemudian engkau bertakbir kemudian bacalah yang termudah bagimu dari AlQur’an, kemudian engkau berrukuk hingga tuma’ninah dalam berukuk kemudian angkatlah kepalamu sampai engkau meluruskan badanmu berdiri (I’tidal), kemudin bersujut hingga engkau bertuma’ninah dalam bersujut, kemudin angkat kepalamu (duduk antara 2 sujud) hingga engkau bertuma’ninah dalam dudukmu kemudian engkau sujud kedua kalinya hingga bertuma’ninah dalam sujut, kemudian lakukanlah seperti yang tadi diseluruh shalatmu” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
dalam Riwayat Muslim Rasullulah saw berkata : “Hingga engkau bertuma’ninah dalam berdirimu”

Hadits 2
Riwayat An Ibn Umar ra Rasulullah saw berkata : “ketika duduk untuk berTasyahud menaruh tangan kiri diatas lutut sebelah kiri dan tangan kanannya diatas lutut sebelah kanan, dan memajukan jari telunjuk, dalam Riwayat Muslim (mengumpulkan semua jarinya dan menunjuk dengan jari yang setelah jari jempol).

Hadits 3
Riwayat An Aby Mashud ra shabat Basyir bin Syaid “Kita diperintah untuk bershalat.. maka bagaimana kami bershalawat keatasmu, kemudian Rasul saw terdiam lalu Rasulullah saw menjawab “ katakanlah, Allahumma Shali’alla Muhammadin wa’alla ali Muhammad kama shalaita ala Ibrahimma…” sampai dengan akhir shalawat Ibrahimiyah. (HR. Muslim). (Ditambahkan oleh Ibn khuzaimah bagaimana kami bershalawat atasmu jika kami dalam shalat).

Hadits 4
Sabda Rasulullah saw “sesungguhnya Rasulullah saw menutup shalatnya dengan salam” (HR.Imam Bukhari dan Muslim) dan dari Wail bin Hujr ra “aku shalat bersama Rasul saw dan beliau salam awal sebelah kanan (Assalamu’alaikum warohmatullahhi wabarokatu) dan salam akhir sebelah kiri (Assalamu’alaikum warohmatullahhi wabarokatu)”.( HR. Abu daut dengan sanad sahih )

Rukun shalat ada 17
1. Niat,
sebagaimana hadits 1 diatas “Apabila engkau berdiri untuk melakukan shalat,,,” dan Hadits Rasul saw “sesungguhnya amal itu dengan niat”
2. Menghadap kiblat dan berdiri dalam shalat Fardhu,
dari susunan hadist 1 diatas bahwa hendaknya menghadap kiblat sebelum bertakbir (syarah dari Imam alwi abbas al Maliki kitab Ibanatul ahkam)
3. Bertakbir,
yaitu membuka shalat dalam takbirratul ikhram (pendapat terbanyak dari Imam Syafi’I, Imam Hambali dan Imam Maliki bahwa takbiratul ikhram wajib dengan lafdz ‘Allahhu Akbar’)
4. Membaca Alfatihah,
para ulama sepakat Imam Syafi’I, Imam Hambali dan Imam Maliki wajibnya membaca Alfatihah disetiap rakaatnya. sebagaimana Hadits Rasulullah saw : “ Tidak sempurna shalat seseorang bila tidak membaca biummil Qur’an (Al Fatihah)” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Rukuk,
diriwayatkan oleh sahabat Rasulullah saw Ubbayd assaa’idi ra berkata : “bahwasannya melihat Rasulullah saw jika bertakbir kedua tangannya sejajar dengan bahunya, jika berukuk kedua tangannnya memegang kedua lututnya, sampai dengan akhir…..” ( HR. Imam Bukhari dan Muslim)
6. Tuma’ninah dalam berrukuk,
sebagaimana hadits 1 diatas “…kemudian engkau berrukuk hingga tuma’ninah dalam berukuk…”
7. I’tidal,
sebagaimana hadits 1 diatas “… kemudian angkatlah kepalamu sampai engkau meluruskan badanmu berdiri (I’tidal)…”
8. Tuma’ninah dalam I’tidal,
sebagaimana hadits 1 diatas “…Hingga engkau bertuma’ninah dalam berdirimu…”
9. Sujud pertama dan Sujud kedua,
sebagaimana hadits 1 diatas “…kemudin bersujut hingga engkau bertuma’ninah dalam bersujut…” dan Hadits Rasulullah saw : “aku diperintah untuk bersujud dengan 7 anggota tubuh (atas dahi, kedua tangan, kedua lutut dan jari-jari kaki)” ( HR. Mutafaqul’alayh). Sabda Rasul saw : “Bahwa engkau sujud maka taruhlah kedua telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikumu” (HR. Muslim)
10. Tuma’ninah dalam sujud pertama dan tuma’ninah dalam sujud kedua, sebagaimana hadits 1 diatas “…kemudin bersujud hingga engkau bertuma’ninah dalam bersujud…”
11. Duduk diantara dua sujud,
sebagaimana hadits 1 diatas “…kemudin angkat kepalamu (duduk antara 2 sujud) …”
12. Tuma'ninah diantara dua sujud,
sebagaimana hadits 1 diatas “…hingga engkau bertuma’ninah dalam dudukmu…”
13. Tasyahud akhir,
Riwayat Muslim dari Ibn Abbas berkata Rasul saw mengajari kami tasyahud “Attahiyatul mubaarakatus shalawatutthoybatulillah…” sampai dengan akhir.
14. Duduk diTasyahud akhir,
sebagaimana hadits 2 diatas “ ketika duduk untuk berTasyahud…”
15. Bershalawat kepada Rasul saw,
sebagaimana hadits 3 diatas “ Kita diperintah untuk bershalat.. maka bagaimana kami bershalawat keatasmu…”. Imam Syafi’I berpendapat bahwa beshalawat atas Rasul saw dan keluarganya dalam shalat adalah Wajib bagi kita, sebagaimana hadits 3 diatas.
16. Salam,
sebagaimana hadits 4 diatas “sesungguhnya Rasulullah saw menutup shalatnya dengan salam” (HR. Imam Bukhari dan Muslim). Sebagaimana hadits 4 maka para Imam beritifak bahwa salam awal wajib bagi seorang imam atau ma’mum atau sendiri dan salam kedua sunah, dan paling sedikitnya salam (Assalamu’alaikum) dikarnakan penduduk madinah melakukannya. (Kitab Ibbanatul Ahkam: Imam Alwi bin Abbas al maliki)
17. Tertib,
Sebagaimana urutan rukun – rukun hadits diatas.

Berikut Linknya :
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=8&id=9354〈=id#9354

Tanya

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh ..

Yth. Habib Munzir yang kami muliakan

Terima kasih atas jawabannya bib, saya jadi mengerti dan memahami apa yang habib uraikan diatas, namun ada sedikit perlu penjelasan mengenai ucapan sholawat menurut hadist Riwayat An Aby Mashud ra shabat Basyir bin Syaid yang berbunyi “Kita diperintah untuk bershalat.. maka bagaimana kami bershalawat keatasmu, kemudian Rasul saw terdiam lalu Rasulullah saw menjawab “ katakanlah, ]Allahumma Shali’alla Muhammadin wa’alla ali Muhammad kama shalaita ala Ibrahimma…” sampai dengan akhir shalawat Ibrahimiyah. (HR. Muslim). (Ditambahkan oleh Ibn khuzaimah bagaimana kami bershalawat atasmu jika kami dalam shalat).

sedangkan tata cara sholat menurut Imam Syafi'i (dalam penjelasan email Sdr. Salamuns yang saya buka), menjelaskan tentang rukun sholat yang kesebelas mengenai bacaan sholawat

Kesebelas : Membaca shalawat pada nabi Muhammad SAW (allahumma shalli 'ala sayyidina muhammad wa 'ala aali sayyidina muhammad dst sampai dengan fil 'alamina innaka hamiidun majid). Boleh dilanjutkan dengan membaca do'a
allahumma inni a'udzubika min adzabi jahannam, wa min adzabil qabri, wa min fitnatil mahya wal mamaat, wa min fitnatil masiihid dajjal, ya muqallibal qulub tsabbit quluubana 'ala diinika, wa 'ala tho'atika.

pada kedua penjelasan diatas ada perbedaan pemakaian kata sandang sayidina pada sholawat.

menurut habib mana baiknya kita memakai sholawat menurut hadist diatas apa menurut Imam Syafii dalam mengerjakan sholat ?

Terimakasih bib, semoga habib memaafkan kebodohan saya atas pemahaman hadis tersebut.

Wass...

Jawaban

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Kebahagiaan dan Cahaya Kelembutan Nya swt semoga selalu menaungi hari hari anda dan keluarga,

Saudaraku yg kumuliakan,
saran saya anda mengikuti fatwa Imam SYafii, karena Imam Syafii lebih mengerti hadits daripada kita, karena hadits yg sampai pd kita sungguh sangat sedikit dibanding hadits yg ada dimasa itu,

sebagaimana contoh mudah saja, bahwa Imam AHmad bin Hanbal hafal 1.000.000 hadits (satu juta hadits) berikut sanad dan hukum matannya, sedangkan ia tak mampu menulis kesemua hadits yg dihafalnya itu, ia hanya mampu/sempat menulis sekitar 20 ribu hadits saja pada musnadnya, lalu kemana 980.000 hadits yg ia hafal?, sirna ditelan zaman..

Imam Bukhari hafal 600.000 hadits sebelum usianya 16 tahun, namun ia hanya sempat menulis sekitar 7.000 hadits pada shahihnya dan beberapa buku kecil lainnya, lalu kemana 593.000 hadits lainnya?., sirna ditelan zaman,

sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid Imam SYafii, dan Imam Bukhari adalah sederajat murid Imam Ahmad bin Hanbal.

maka tentunya kita sangat percaya bahwa Imam Syafii buka berfatwa semaunya, sebagaimana ucapan Imam Ahmad bin Hanbal : tidak pernah kulihat seorangpun yg lebih ingin selalu berada dalam sunnah sebagaimana imam Syafii.

buku hadits yg ada pada kita jika dikumpulkan kesemuanya tak mencapai 100.000 hadits, maka mungkin sekitar 5% saja dari hadits yg ada dimasa imam imam,

maka kemungkinan besar haditsnya ada, namun tidak sempat tercatat oleh mereka, sebab mustahil Imam Syafii ingin melanggar sunnah Rasul saw setiap melakukan shalat, dan mustahil pula ia mengeluarkan fatwa yg menentang hadits Rasul saw, jika itu terjadi maka ia tak akan dijadikan Imam Madzhab, namun terbukti dari belasan para Imam yg bermadzhabkan Syafii, diantaranya Imam Nawawi, Imam Ibn Hajar, dan banyak lagi.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

Wallahu a'lam

Kebahagiaan dan Cahaya Kelembutan Nya swt semoga selalu menaungi hari hari anda dan keluarga,

Saudaraku yg kumuliakan,
saran saya anda mengikuti fatwa Imam SYafii, karena Imam Syafii lebih mengerti hadits daripada kita, karena hadits yg sampai pd kita sungguh sangat sedikit dibanding hadits yg ada dimasa itu,

sebagaimana contoh mudah saja, bahwa Imam AHmad bin Hanbal hafal 1.000.000 hadits (satu juta hadits) berikut sanad dan hukum matannya, sedangkan ia tak mampu menulis kesemua hadits yg dihafalnya itu, ia hanya mampu/sempat menulis sekitar 20 ribu hadits saja pada musnadnya, lalu kemana 980.000 hadits yg ia hafal?, sirna ditelan zaman..

Imam Bukhari hafal 600.000 hadits sebelum usianya 16 tahun, namun ia hanya sempat menulis sekitar 7.000 hadits pada shahihnya dan beberapa buku kecil lainnya, lalu kemana 593.000 hadits lainnya?., sirna ditelan zaman,

sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid Imam SYafii, dan Imam Bukhari adalah sederajat murid Imam Ahmad bin Hanbal.

maka tentunya kita sangat percaya bahwa Imam Syafii buka berfatwa semaunya, sebagaimana ucapan Imam Ahmad bin Hanbal : tidak pernah kulihat seorangpun yg lebih ingin selalu berada dalam sunnah sebagaimana imam Syafii.

buku hadits yg ada pada kita jika dikumpulkan kesemuanya tak mencapai 100.000 hadits, maka mungkin sekitar 5% saja dari hadits yg ada dimasa imam imam,

maka kemungkinan besar haditsnya ada, namun tidak sempat tercatat oleh mereka, sebab mustahil Imam Syafii ingin melanggar sunnah Rasul saw setiap melakukan shalat, dan mustahil pula ia mengeluarkan fatwa yg menentang hadits Rasul saw, jika itu terjadi maka ia tak akan dijadikan Imam Madzhab, namun terbukti dari belasan para Imam yg bermadzhabkan Syafii, diantaranya Imam Nawawi, Imam Ibn Hajar, dan banyak lagi.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

Wallahu a'lam

Tanya

Assalamualaikum Wr. Wb

Yth. Habib Munzir yang kami muliakan, terima kasih sekali atas sarannya dan semoga menjadi berkah bagi saya dan keluarga serta para anggota MR yang membaca email ini ..

Berkaitan dengan masalah tuntutan sholat Rasulullah tersebut diatas bib, memang dalam buku "Sifat Sholat Nabi Saw" karya Muhammad Nashirudin Al-Bani, pendapat-pendapat tata car sholat menurut para Mahzab 4 diabaikan, hal ini dilakukan karena penulis buku tersebut beralasan justru dengan memakai pendapat-pendapat Mahzab 4 banyak menimbulkan perbedaan tata cara sholat sehingga menimbulkan kebingungan kaum muslim (istilahnya pemurnian islam-lah bib).

Bib, apakah benar begitu ? pasalnya bib sekarang ini banyak intelektual-intelektual muda yang tata cara sholatnya seperti dalam buku itu bahkan yang tadinya sholatnya bermadzab Syafii berubah 100% seperti dalam buku itu bib, saya kadang-kadang berfikir apakah selama ini tata cara sholat saya salah (saya penganut Imam Syafii), makanya dengan konsultasi seperti ini bib saya sangat terbantu dan mohon doanya bib semoga saya dan keluarga saya serta para anggota MR yang membaca email ini diberikan ke-Istiqomahan/tiada keraguan lagi dalam menjalankan sholat sesuai yang habib sarankan diatas ....

Oh ya bib, apakah forum seluruh tanya jawab di MR ini sudah dibukukan ? bagaimana cara memilikinya ?

Demikian uneg-uneg saya bib, semoga Allah Swt membalas kebaikan Habib Munzir serta selalu diberikan kesehatan ... Amin (kenapa saya berdoa demikian bib, karena saya sedih kalau habib sakit sehingga tidak bisa mengasuh taklim/on-line di website MR. Hal ini semua karena saya rindu petuah-petuah Habib Munzir walaupun sakit merupakan kepastian milik Allah Swt terhadap umatnya)

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Salam Takzim
Belawan, 14 Pebruari 2008

Aqbal Qosim

Jawab

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Kebahagiaan dan Cahaya Kelembutan Nya swt semoga selalu menaungi hari hari anda dan keluarga,

Saudaraku yg kumuliakan,
Al Bani tidak diakui sebagai Muhaddits, ia tak memiliki satu sanad hadits pun, bagaimana ia disebut muhaddits?, fatwa mengenai hadits dari orang yg tidak memiliki sanad adalah fatwa yg tertolak, dan semua pendapatnya dhoif, dan sungguh kesusu dan keliru orang yg mengikutinya,

Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1.000.000 (1 juta) hadits dengan sanad dan hukum matannya, ia berguru kepada Imam Syafii, kalau muridnya saja spt itu maka bagaimana gurunya?, Imam Syafii berguru pada Imam Malik (Maliki), dan Imam Malik hidup sezaman dg Imam Hanafi, dan mereka berdua berguru pada Tabiin dan Sahabat, yg berguru pada Rasulullah saw,

maka kesemua mereka 4 Imam Madzhab itu berasal dari satu rumpun, dan mereka diikuti oleh ribuan Imam, Huffadh dan Hujjatul islam setelah mereka, Hujjatul Islam adalah pakar hadits yg telah hafal lebih dari 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, Huffadh adalah mereka yg telah hafal lebih dari 100.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya.

4 Imam besar ini diikuti oleh ribuan Huffadh, Imam, hujjatul islam, dari zaman ke zaman setelah mereka,

lalu apa artinya seorang Albani yg menentang mereka itu semua?, ia tak punya satu sanad haditspun, hanya menukil dari buku buku hadits yg tersisa masa kini.

hal yg sangat menyakitkan adalah banyaknya muslimin yg mengikutinya.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

Wallahu a'lam

0 komentar:

SHALAT NABI MUHAMMAD SAT

TATA CARA SHALAT NABI MUHAMMAD

TIGA MASALAH PENTING DALAM SHALAT (1)
Oleh : Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz

Segala puji hanya milik Allah semata, shala-wat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada hamba dan utusanNya, yaitu Nabi Muhammad, keluarga dan para shahabatnya. Amma ba`du:
Berikut ini adalah uraian singkat tentang sifat (tata cara) shalat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam . Penulis ingin menyajikannya kepada setiap muslim, baik laki-laki ataupun perempuan, agar siapa saja yang membaca-Nya dapat bersungguh-sungguh dalam mencontoh (berqudwah) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. di dalam masalah shalat, sebagaimana sabda beliau:

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.(HR. Al-Bukhari).

Kepada para pembaca, berikut ini uraiannya:
1. Menyempurnakan wudlu;
(Seseorang yang yang hendak melakukan shalat) hendaknya berwudlu sebagaimana yang diperintahkan Allah; sebagai peng-amalan terhadap firmanNya:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak melakukan shalat, maka cucilah muka kalian, kedua tangan kalian hingga siku, dan usaplah kepala kalian, dan (cucilah) kedua kaki kalian hingga kedua mata kaki…” (Al-Ma’idah: 6).
dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Tidak diterima shalat tanpa bersuci dan shadaqah dari penipuan.” (HR. Muslim ).

Dan sabdanya kepada orang yang tidak betul shalatnya:

“Apabila kamu hendak melakukan shalat, maka sempurnakanlah wudhu”.


2. Menghadap ke kiblat:

Yaitu Ka`bah, di mana saja ia berada dengan seluruh tubuhnya (secara sempurna), sambil berniat di dalam hatinya untuk melakukan shalat sesuai yang ia inginkan, apakah shalat wajib atau shalat sunnah, tanpa mengucapkan niat tersebut dengan lisannya, karena mengucapkan niat dengan lisan itu tidak dibenarkan (oleh syara`), bahkan hal tersebut merupakan perbuatan bid`ah. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melafadzkan niat begitu juga para sahabat. Disunnahkan meletakkan sutrah (pembatas) baik sebagai imam atau shalat sendirian karena demikian itu termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat harus menghadap kiblat sebab tidak sah shalat seseorang jika tidak menghadap kiblat kecuali dalam kondisi tertentu yang telah banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fikih.

3. Takbiratul ihram dengan mengangkat ke-dua tangan hingga sejajar dengan pundak
sambil mengucap Allahu Akbar lalu mengarahkan pandangan ke tempat sujud.

4. Mengangkat kedua tangan di saat bertak-bir hingga sejajar dengan kedua pundak
atau sejajar dengan kedua telinganya.

5. Meletakkan kedua tangan di atas dada-nya,
Yaitu dengan meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri, atau pada pergelangan tangan kiri, atau pada lengan tangan kiri, karena hal tersebut ada haditsnya, (seperti) hadits yang bersumber dari Wa’il bin Hujr dan Qubaishah bin Hulb Al-Tha’iy yang ia riwaratkan dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu.
6. Disunnahkan membaca do’a istiftah:

“Ya Allah, jauhkanlah antaraku dengan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat; Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahanku seba-gaimana pakaian putih disucikan dari segala kotoran; Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesa-lahan-kesalahanku dengan air, es dan salju” (Muttafaq `alaih yang bersumber dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam).
Boleh juga membaca do’a yang lain sebagai gantinya, seperti:

Maha Suci Engkau, Ya Allah, dengan segala puji bagiMu, Maha Mulia NamaMu, dan Maha Tinggi kemuliaanMu, tiada Tuhan yang yang berhak disembah selain Engkau“.

Karena do’a ini ada dalil shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan diperbolehkan membaca do’a istiftah lain dari keduanya yang ada dalil shahihnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun yang lebih afdhal (utama) adalah pada suatu saat membaca do`a istiftah yang pertama dan pada saat yang lain membaca yang kedua atau yang lainnya yang ada dalil shahihnya, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam ber-ittiba` (mencontoh Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam).
Kemudian membaca:

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk ” “Dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang“.

Dan dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Tidak syah shalat seseorang yang tidak membaca Surat Al-Fatihah “, dan sesudah itu membaca “Amin” secara jelas (nyaring) dalam shalat jahriyah, dan sirr (tersembunyi) dalam shalat sirriyah.

Kemudian membaca ayat-ayat Al-Qur’an, dan diutamakan bacaan dalam shalat Zhuhur, Ashar dan Isya’ dari surat-surat yang agak panjang, dan pada shalat Shubuh surat-surat yang panjang, sedangkan pada shalat Maghrib surat-surat pendek dan pada suatu saat boleh juga membaca surah yang panjang atau setengah panjang, maksudnya pada shalat Maghrib, sebagaimana yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan pada shalat Ashar hendaknya membaca surat yang lebih pendek dari pada bacaan shalat dzuhur
7. Ruku` sambil bertakbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar
dengan kedua pun-dak atau kedua telinga,
dengan menjadikan kepala sejajar dengan punggung dan meletakkan kedua tangan pada kedua lutut dengan jari-jari terbuka sambil thuma’ninah di saat ruku` dan mengucapkan:

Maha suci RabbKu Yang Maha Agung”

Dan lebih diutamakan membacanya tiga kali atau lebih, dan di samping itu dianjurkan pula membaca:

“Maha Suci Engkau, Wahai Rabb kami dan dengan segala puji bagiMu, Ya Allah, ampunilah aku”.

8. Mengangkat kepala dari ruku’,
sambil mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinga
sambil membaca:


“Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”.

baik sebagai imam atau shalat sendirian. Lalu di saat berdiri mengucapkan:

“Wahai Rabb kami, milikMu segala pujian sebanyak-banyaknya lagi baik dan penuh berkah, sepenuh langit dan bumi, sepenuh apa yang ada di antara keduanya dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki kelak”.

Dan jika ditambah lagi sesudah itu dengan do’a:

Pemilik puja dan puji, ucapan yang paling haq yang diucapkan oleh seorang hamba; dan semua kami adalah hamba bagiMu; Ya Allah, tiada penghalang terhadap apa yang Engkau berikan, dan tiada yang dapat memberikan terhadap apa yang Engkau halangi, tiada berguna bagi orang yang memiliki kemuliaan, karena dariMu lah kemuliaan”.

Maka hal tersebut baik, karena yang demikian itu ada dasarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa hadits shahih.
Adapun jika ia sebagai ma’mum, maka di saat mengangkat kepala membaca:

Wahai Rabb kami, milikMu lah segala puji-an“… hingga akhir bacaan di atas.

Dan dianjurkan meletakkan kedua tangannya di atas dadanya, sebagaimana yang ia lakukan pada saat berdiri sebelum ruku`, karena keshahihan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan demikian, yaitu hadits yang bersumber dari Wa’il bin Hujr dan Sahal bin Sa`ad radhiyallahu ‘anhu.
9. Sujud sambil bertakbir dengan meletak-kan kedua lutut sebelum kedua tangan, jika hal tersebut memungkinkan. Dan jika tidak, maka men-dahulukan kedua tangan sebelum kedua lutut, sambil menghadapkan jari-jari kedua telapak kaki dan jari jari kedua telapak tangan ke qiblat, dengan posisi jari-jari telapak tangan rapat. Dan sujud di atas tujuh anggota tubuh, yaitu dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari kedua telapak kaki, sambil membaca do’a:

“Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi.” tiga kali atau lebih:

Dianjurkan pula membaca:

Maha Suci Engkau, Ya Allah Rabb kami, dengan segala puji bagiMu. Ya Allah ampunilah aku “.

Dan memperbanyak do’a, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

Adapun ruku`, maka agungkanlah Tuhan pada saat itu, dan adapun sujud, maka bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdo’a, sebab layak untuk diterima bagi kalian.”
Dan juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

Posisi terdekat seorang hamba dari Tuhannya adalah di saat ia sedang sujud, maka dari itu perbanyaklah do’a.”

Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya.
Hendaknya (diwaktu sujud) ia memohon kepa-da Tuhannya kebaikan dunia dan akhirat untuk dirinya dan untuk orang lain dari kaum muslimin, baik itu dalam shalat wajib maupun dalam shalat sunnah. Dan (diwaktu sujud) hendaknya mereng-gangkan kedua lengan tangan dari kedua lambung dan perut dari kedua pahanya sambil mengangkat kedua hasta/lengah tangannya dari tanah, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Tegak luruslah kalian di saat sujud dan jangan ada seorang dari kalian meletakkan kedua lengan tangannya seperti anjing meletakkan kedua lengan tangannya.” (Muttafaq `alaih).

10. Mengangkat kepala sambil bertakbir,
bertumpu pada kaki kiri dan mendudukinya, sedang-kan kaki kanan ditegakkan, meletakkan
kedua tangan di atas ujung kedua paha dan kedua lutut, lalu mem-baca:


Wahai Rabbku, ampunilah aku; wahai Rabbku, ampunilah aku; wahai Rabbku, ampunilah aku. Ya Allah, ampunilah aku, belas kasihilah aku, berilah aku petunjuk, berilah aku rizki, berilah aku kesehatan dan tutupilah kekuranganku.”

Hendaknya thuma’ninah (berhenti sebentar) di waktu duduk, hingga setiap persendian benar-benar berada pada posisinya, sebagaimana di saat ia berdiri i`tidal sebelum ruku`, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memanjangkan (waktu) i`tidalnya sesudah ruku` dan ketika duduk di antara dua sujud.
11. Sujud yang kedua sambil bertakbir,
dalam melakukannya sebagaimana ia melakukan pada sujud pertama.

12. Mengangkat kepala (bangun) sambil bertakbir,
dan duduk sejenak seperti duduk antara dua sujud. Ini disebut duduk istirahat, hukumnya sunnah menurut pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat para ulama, dan jika ditinggalkan maka tidak apa-apa. Dan pada duduk ini tidak ada bacaan atau pun do’a.
Lalu bangkit dan berdiri untuk melakukan raka`at yang kedua dengan bersanggah pada kedua lutut jika memungkinkan, dan jika tidak memung-kinkan, maka bersanggah kepada kedua tangan di atas lantai, kemudian membaca Al-Fatihah dan sete-rusnya seperti apa yang dilakukan pada raka`at yang pertama. Tidak boleh bagi seorang ma’mum menda-hului imam, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang umatnya dari tindakan seperti itu, demikian juga dibenci memba-rengi imam. Sunnahnya bagi ma`mum, gerakan-gerakannya harus sesudah gerakan-gerakan imam-nya dengan tidak berbarengan, dan harus setelah terhentinya suara imam, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Sesungguhnya imam itu dijadikan sebagai imam agar diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya, oleh karena itu, jika ia bertakbir maka bertakbirlah kalian, dan jika ia ruku` maka ruku`lah kalian, dan apabila ia membaca: “Sami`allahu liman hamidah”, maka bacalah: “Rabbana wa lakal-hamdu”, dan apabila ia sujud, maka sujudlah kalian” (Muttafaq `alaih).

13. Jika shalat itu adalah shalat dua raka`at, seperti shalat Subuh, shalat Jum`at dan shalat `Id, maka duduk iftirasy setelah bangkit dari sujud kedua, yaitu dengan menegakkan kaki kanan, dan bertumpu pada kaki kiri, tangan kanan diletakkan di atas paha kanan dengan menggenggam semua jari kecuali jari telujuk untuk berisyarat kepada tauhid di saat meng-ingat Allah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berdo’a. Jika jari manis dan jari kelingking tangan kanan digenggamkan, sedangkan ibu jari dibentuk lingkaran dengan jari tengah dan berisyarat dengan jari telunjuk, maka hal tersebut sangat baik sekali, karena kedua cara tersebut ada di dalam hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan afdhalnya melakukan cara yang pertama pada suatu saat dan cara yang kedua pada saat yang lain. Sedangkan tangan kiri diletakkan di atas (ujung) paha kiri dan lutut; lalu membaca Tasyahhud, yaitu:


Kemudian dilanjutkan dengan membaca:


Lalu memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal dengan membaca:
Kemudian berdo’a, memohon kepada Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Dan apabila berdo`a untuk kedua orang tua atau untuk kaum muslimin, maka dibolehkan, baik di waktu shalat wa-jib ataupun shalat sunnah, berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari Ibnu Mas`ud radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarinya Tasyahhud, beliu bersabda:

“Kemudian hendaknya ia memilih do`a yang lebih disukai, lalu berdo`a

Do`a yang disebutkan dalam hadist di atas men-cakup semua apa saja yang berguna bagi seseorang dalam kehidupan dunia dan akhirat. Setelah itu memberi salam dengan menoleh ke kanan dan salam dengan menoleh ke kiri, seraya mengucapkan:

14. Jika shalat yang dikerjakan adalah tiga raka`at, seperti shalat Maghrib, atau empat raka`at, seperti shalat Zhuhur, `Ashar dan Isya’, maka hendak-nya ia membaca tasyahhud tersebut di atas dengan membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian bang-kit dengan bersanggah kepada kedua lututnya, sambil mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua pundak dan membaca Allahu Akbar, lalu mele-takkan kedua tangan di dada sebagaimana diterang-kan di atas kemudian membaca Al-Fatihah saja.
Jika ia membaca surah atau ayat pada raka`at ketiga dan keempat dalam shalat dzuhur sesudah al-Fatihah pada saat-saat tertentu, maka tidak apa-apa. Karena ada hadits shahih yang menunjukkan hal tersebut dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersumber dari Abu Sa`id radhiyallahu ‘anhu.
Dan jika tidak membaca shalawat pada tasyah-hud pertama, maka tidak apa-apa, karena hukumnya sunnah, tidak wajib dalam tasyahhud awal. Kemudian membaca tasyahhud setelah raka`at ketiga pada shalat Maghrib, dan setelah raka`at keempat dari shalat Zhuhur, Ashar dan Isya’, berikut dengan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , dan memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara yang disebutkan di atas (adzab Neraka Jahannam, siksa kubur, fitnah kehi-dupan dan kematian dan dari kejahatan fitnah Dajjal), lalu perbanyak berdo`a.
Dan di antara do`a yang diajarkan pada akhir tahiyyat (tasyahhud) dan juga dalam kesempatan-kesempatan lainnya adalah:

Ya Rabb kami, karuniakan kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari adzab api Neraka”.

Karena ada hadits shahih yang bersumber dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

Kebanyakan dari do`a-do`a Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah wa qina adzaban nar.

Sebagaimana telah disebutkan di atas dalam shalat yang dua raka`at, hanya saja posisi duduk saat ini adalah duduk tawarruk, yaitu duduk dengan meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kaki kanan dan kemudian mendudukkan pantat di atas tanah, sedangkan kaki kanan tegak, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Humaid. Kemudian memberi salam ke kanan sambil mengucapkan: dan salam ke kiri seraya mengucapkan:  
Sehabis itu beristighfar (memohon ampun) kepada Allah tiga kali, membaca:

“Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Selamat dan dariMu-lah keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Pemilik keagungan dan kemulia-an; tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, milikNya lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu; tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Ya Allah, tiada yang dapat menghalangi terhadap apa yang Engkau berikan, dan tiada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau halangi, tidaklah bermanfaat kemuliaan bagi pemiliknya kecuali kemuliaan itu dari Engkau. Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan kami tidak menyembah kecuali hanya kepadaNya; kepunyaanNya lah kenikmatan dan milikNya lah karunia, dan bagiNya-lah sanjungan yang baik, tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dengan tulus ikhlas tunduk kepadaNya sekalipun orang-orang kafir tidak suka”.

Kemudian bertasbih (mengucapkan Subhanallah ) sebanyak 33 kali, memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) 33 kali dan bertakbir (mengucapkan Allahu akbar) 33 kali, serta digenapkan menjadi seratus dengan mengucapkan:

“Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Lalu membaca ayat Kursi, Surat Al-Ikhlash, surat Al-Falaq dan Surah An-Nas pada setiap kali selesai shalat. Dan dianjurkan (disunnahkan) meng-ulang tiga surat tersebut sebanyak 3 kali setelah selesai shalat Maghrib dan shalat subuh, berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menganjurkan tentang hal itu, begitu pula dianjurkan (disunnahkan) menambah dzikir tersebut di atas, terutama setelah shalat Maghrib dan shalat Subuh dengan dzikir berikut 10 kali:

“Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Semua itu berdasarkan hadits shahih dari Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jika ia sebagai imam, maka hendaknya berbalik menghadap para ma’mum sesudah beristighfar 3 kali dan mengucapkan:

“Ya Allah, Engkau Yang Maha selamat dan dariMu lah keselamatan, Maha Tinggi lagi Maha Suci Engkau, wahai Pemilik keagungan dan kemuliaan”.

Kemudian membaca dzikir-dzikir sebagaimana tersebut di atas, yang banyak disebutkan dalam hadits-hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya adalah hadits shahih yang dari `Aisyah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Semua dzikir di atas hukumnya sunnah, tidak wajib.
Disunnahkan pula bagi setiap muslim, baik laki-laki atau perempuan shalat sunnah 4 raka`at sebelum Zhuhur dan 2 raka`at sesudahnya, 2 raka`at sesudah shalat Maghrib, 2 raka`at sesudah Isya dan 2 raka`at sebelum shalat Subuh. Jumlah kesemuanya 12 raka`at, yang dinamakan shalat rawatib; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menjaganya di waktu muqim, adapun di waktu beper-gian beliau hanya melakukan shalat sunnat Subuh dan witir. Untuk kedua shalat sunnah tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkannya baik di waktu muqim maupun di waktu bepergian. Beliau adalah teladan bagi kita, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik”. (Al-Ahzab: 21).
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”.(HR. Bukhari).

Dan lebih utama (afdhal) shalat-shalat rawatib dan shalat witir dilakukan di rumah, namun jika dilakukan di masjid, maka tidak apa-apa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumah, kecuali shalat wajib.” (Hadits ini disepakati keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim)

Menjaga shalat rawatib dengan sungguh-sung-guh merupakan bagian dari sebab seseorang masuk Surga, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Shahih Muslim dari Ummi Habibah radhiyallahu ‘anhu sesungguh-nya dia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Tiada seorang hamba muslim pun yang selalu melakukan shalat sunnat 12 raka`at selain dari shalat wajib pada setiap hari, melainkan Allah bangun untuknya sebuah istana di Surga.”

Dan sesungguhnya Imam At-Tirmidzi di dalam riwayat haditsnya juga menjelaskan (menafsirkan) hadits di atas sebagaimana yang kami sebutkan tadi.
Jika ia melakukan 4 raka`at sebelum shalat Ashar, 2 raka`at sebelum Maghrib, dan dua raka`at sebelum shalat Isya`, maka itu lebih baik sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Allah akan memberi rahmat kepada seseorang yang selalu shalat 4 raka`at sebelum Ashar“. (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan ia menghasankannya; dishahihkan Ibnu Huzaimah, sanad hadits tersebut shahih).

Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) ada shalatnya, di antara dua adzan ada shalatnya, -Lalu beliau bersabda untuk ketiga kalinya: Bagi yang menghendaki.” (HR. Al-Bukhari)

Dan jika shalat 4 raka`at setelah shalat Zhuhur dan 4 raka`at sebelumnya, maka itu pun baik pula, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Barangsiapa yang menjaga 4 raka`at sebelum Zhuhur dan 4 raka`at sesudahnya, maka ia diharamkan oleh Allah atas api Neraka.” (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan dengan sanad shahih dari Ummi Habi-bah radhiyallahu ‘anhu)

Maksudnya adalah, ia menambah 2 raka`at atas shalat sunnat rawatib sesudah Zhuhur, karena shalat sunnat rawatib Zhuhur itu 4 raka`at sebelumnya dan 2 raka`at sesudahnya. Maka jika ia melakukan dua rak`at shalat sunnat lagi sesudahnya, tercapailah apa yang disebutkan di dalam hadits Ummi Habibah tersebut.
Dan Allahlah Pemberi taufiq, dan semoga Allah tetap mencurahkan shalawat dan salam kepada nabi kita Nabi Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada ke-luarga dan para shahabatnya serta para pengikutnya hingga hari Kiamat.
Kalau mau download filenya (yang ada bacaan tulisan arabnya) Klik di Sini

Pulsa Gratis

Labels